Welcome DESAINER

Selasa, 05 April 2011

PEMBANGUNAN DESA DAN MASALAH KEPEMIMPINANNYA, Buddy Prasadja, C.V. Rajawali, Jakarta, 1974.

Pengaruh perubahan dibidang ekonomi menuntut hubungan yang lebih individualistis, sementara pola-pola komunal di beberapa bidang masih dipertahankan. Dibidang pendidikan, sebagai akibat pengaruh kebijaksanaan pemerintah colonial yang hanya ditujukan kepada kelompok sosial tertentu telah mengakibatkan jurang perbedaan pengembangan menurut pelapisan sosialnya. (halaman 2)
Pada tingkat nasional, yang banyak dihubungkan dengan suatu ideology, masyarakat atau terutama masyarakat kota telah mulai menerapkan pola-pola baru yang lebih sitematis dan skematis dalam cara hidupnya. Sedangkan di tingkat local atau desa dengan susunan masyarakat yang umumnya statis terikat erat dengan lingkungan yang sempit, segala kegiatan terutama ditujukan untuk mengatasi kesukaran-kesukaran hidup. (halaman 3)
Ide pembangunan sering dikaitkan dengan pengertian kemakmuran yang secara kuantitatif lebih bersifat ekonomis, sedangkan nilai-nilai sosial masih bersifat simpang siur. Program-program pemerintah pusat, seperti peningkatan produksi dengan teknik perubahan modern, peningkatan pendidikan dan sebagainya terselubung oleh konsep-konsep pemikiran idealis sesuai dengan nilai-nilai lama. Seperti ide-ide “mencapai masyarakat sosialis yang adil dan makmur” dan melalui lembaga sosial desa dipergunakan lambing “membina bangsa yang berwatak dan berbudi luhur”. (halaman 7)
Sampai sejauh mana penetrasi pembangunan pemerintah pusat itu sangatlah dibatasi oleh kemampuan untuk mewujudkannya. Keterbatasan penyediaan dana, baik berupa uang maupun tenaga ahli, mengakibatkan pelaksanaan pembangunan akan bertumpu pada kemampuan atau potensi yang ada di desa itu sendiri. (halaman 7)
Seberapa jauh pengaruh struktur kekuasaan terhadap pembangunan juga ditentukan oleh kategori kekuasaan para pemimpin-pemimpinnya. Perbedaan dasar-dasar kepemimpinan sebagai landasan status pemimpin menimbulkan perbedaan pola operasional kekuasaan tersebut. (halaman 7)
Sebagai landasan penelitian akan kemimpinan desa ini, konsep-konsep kepemimpinan bertitik tolak dari dua diantara tiga konsep Max weber, yaitu dasar-dasar kepemimpinan legal dan trdisional. Sedangkan dasar charisma yang dihubungkan dengan bakat seseorang tidak dipergunakan sebagai landasan. (halaman 7)
Kepala desa yang oleh kewenangan pemerintah menguasai lebih banyak aktifitas-aktifitas desa sehingga ia lebih banyak mempunyai kesempatan untuk melaksanakan pembangunan. (halaman 8)
Dalam hal kepemimpinan yang berlandaskan tradisi, yaitu keoemimpinan yang diterima oleh masyarakat berdasarkan nilai-nilai sosial yang mendalam, terlihat pada tokoh-tokoh dibidang kepercayaan. (halaman 8)
Factor kekayaan dapat juga dijadikan landasan kepemimpinan. Terutama bila dilihat dari system ekonomi pedesaan. Unsur kekayaan dapat menunjang landasan operasional atau pencapaian status yang di inginkan.  (halaman 8)
Masyarakat, yang sebagian besar terdiri atas petani-petani kecil dan buruh tani dengan ratusan jumlah beratap lalang sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi. (halaman 33)
Selain perdagangan di dalam desa, kegiatan ke luar desa pun pernah dilakukan oleh pengusaha-pengusaha. Namun kegiatan tersebut terbentur kepada factor lokasi dan transportasi yang kurang menguntungkan. (halaman 34)
Dari beberapa jenis perusahaan yang masih tetap bertahan ialah jenis perusahaan primer, seperti tahu dan beras. Usaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat ini tidak memerlukan pemecahan yang pelik. (halaman 34)
Sebagai akibat dari kondisi demikian, pertumbuhan lembaga-lembaga ekonomi modern seperti PT menjadi terhambat. Pengusaha-pengusaha yang modalnya serba terbatas harus menyesuaikan diri dengan system perekonomian pasar yang penuh ketidakpastian. Dan oleh ketidakmungkina mereka untuk melakukan investasi secara efektif maka para pengusaha pun tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan inovasi-inovasi. (halaman 34-35)
Proses desintegrasi desa yang ditandai oleh munculnya orientasi kelompok-kelompok baik yang berdasarkan pada kepentingan ekonomi  atau ideology, semakin melemahkan struktur masyarakat desa. (halaman 35)
Kedinamisan gotong royong yang merupakan tulang kehidupan masyarakat desa menjadi hilang. Kekuatan-kekuatan penggerak yang diharapkan dari mereka yang mempunyai potensi baik sosial maupun ekonomis telah memisah-misahkan diri. Kelompok buruh tani, yang seharusnya ditarik dari kesukaran hidup melalui azas gotong royong, kini menjadi kelompok statis terisolir dari hampir semua kegiatan desanya. Kelemahan ekonomi yang lazimnya ditanggulangi melalui azas solidaritas, kini dihadapkan kepada perhitungan-perhitungan secara lebih rasional serta pemecahan secar lebih individual. (halaman 35)
Titik tolak ide pembangunan desa dilandasi oleh kenyataan-kenyataan diata. Dengan sebagian besar penduduk terdiri atas petani kecil serta buruh tani, semakin tampak kelemahan-kelemahan ekonomis disamoing tercakup pula pengaru-pengaruh sosial lainnya seperti masalah perndidikan yang masih tabu kegunaannya bagi mereka. Sehingga bagaimana cara menyelamatkan masyarakat yang sedang mengalami proses disintegrasi ini, sebenarnya merupakan ide pembanguna. (halaman 35)
Lembaga sosial desa merupaka salah satu usaha pemerinah untuk meni ngkatan kesejaheraan masyarakat desa. Semula usaha untuk menghidupkan lembaga sosial di tengah masyarakat desa hendak dilakukan dengan campur tangan pemerintah secara tersamar, yaitu dengan peningkatan mutu atau menatar orang-orang terkemuka dan menentukan (“key people”) untuk kemudian dijadikan penyalur perubahan. (halaman 36)
Kestabilan politik yang dicapai oleh pemerintah pusat pada tahun 1950 telah memantapkan kewenangan pemerintah desa untuk mengintensifkan program ini; antara lain, menghidupkan kembali lumbung desa sebagai penolong pada musim paceklik serta system perkereditan yang bertujuan mengurangi pengaruh ijon. (halaman 38)
Dalam rangka peningkatan hidup rakyat kecil, tekanan-tekanan kepada petani kecil juga dilakukan seperti peraturan wajib garap yang disertai sumbangan-sumbangan biaya dari pemerintah desa. (halaman 39)
Dalam perkembangannya lembaga sosial desa merupakan tulang punggung pembangunan di desa. Penyerahan tenaga diganti dengan penyerahan iuran wajib, telah member batas-batas lembaga sosial desa itu sendiri. (halaman 40)
Lahirnya kekerasan politik yang akan selalu mempengaruhi lembaga-lembaga sosial desa disebabkan oleh kekakuam system politik yang ada di desa. Tidak ada tata cara pergantian kepala desa secara teratur dalam angka waktu tertentu telah melahirkan oposisi keras , baik yang dating dari calon-calon yang dikalahkan dalam pemilihan maupun dari pihak-pihak yang merasa dirugikan kepentingannya. (halaman 43-44)
Pelaksanaan pembangunan desa sangat tergantung pada usaha-usaha mendinamiskan masyarakatnya. Sedangkan kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana maupun tenaga ahli untuk melancarkan usaha pembangunan tersebut sangat berbatas. Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan harus dilaksanakan oleh pemerintah setempat. (halaman 51)
Dengan demikian perwujudan pembangunan memerlukan dukungan dari pemimpin-pemimpin kelompok yang berkepentingan yang mempunyai pengaruh kuat melalui aliran kepercayaan di desa. (halaman 51)
Kepemimpinan di desa yang berasal dari berbagai kelompok tersebut sebenarnya mempunyai kategori tersendiri, hanya beberapa kelompok yang mempunyai pengaruh sosial yang luas dikalangan masyarakat, yaitu mereka yang tergolong mempunyai pengaruh yang sejalan dengan norma-norma sosial yang berlaku umum dan menyeluruh dan pengaruh ini berlaku secara terus-menerus. (halaman 52)
Beberapa penertian menekankan bahwa pembangunan itu tergantung pada dinamika kehidupan pada masyarakat, yaitu suatu usaha mendinamisir yang kemudian mendukungnya, akan sukar untuk dilepaskan dari aneka nilai-nilai atau ukuran-ukuran dengan penekanan yang berbeda itu. (halaman 115)
Salah satu kenyataan yang tidak dapat diingkari ialah bagaimanapun juga pola pembangunan suatu desa masih tergantung kepada peran pemerintahnya. Sehingga keberhasilan pembangunan suatu desa berhubungan erat dengan struktur pemerintahan desa tersebut. (halaman 115)
System pemerintahan desa yang tidak terlepas dari rantai kepentingan lembaga politik pemerintah tingkat nasional, sejauh pemegang peranan yang terpaut pada masyarakat golongan atas hasil pilihan rakyat desa maka selain menyangkut latar belakang sosial akan menyangkut pula sampai sejauh mana golongan atas yang sedang memerintah itu membagi kekuasaan dalam struktur pemerintahannya. (halaman 115-116)
Dalam masalah pemilihan kepala desa, ditetapkan prasyarat bahwa calon harus berasal dari nwilayah setempat, demikian pula pembantu-pembantunya. Akan tetapi berdasarkan riwayat asal mula desa sebagai pangkal pautan kepercayaan, lokasi yang berdekatan yaang menjamin hubungan keeratan kekeluargaan. (halaman 116)
Dalam hierarki pemerintahan desa, kepala desa dan juru tulis memegang peranan penting, terutama kemenangannya dibidang administrative yang merupakan kekuatan pokok dalam setiap perebutan kekuasaan. Oleh karena itu unsure kekeluargaan umumnya memegang peranan penting bagi kedua jabatan tersebut, meskipun menurut peraturan resmi tidak diperkenankan. (halaman 117)
Dilihat dari ikatan-ikatan komunal yang pernah ada, jabatan kepala desa merupakan kedudukan yang paling disegani dan paling dihormati oleh rakyatnya. Letak penghormatan, sebenarnya berhubungan erat dengan posisi komando dalam hierarki pemerintahan desa, yaitu kepada siapa masyarakat mengerahkan kewajiban-kewajiban dalam rangka ikatan komunal, seperti gotong royong untuk pekerjaan desa. (halaman 117)
Di luar kewenangannya untuk mengkordinir aktifitas-aktifitas desa, kepala desa memiliki posisi untuk penghubung antara masyarakatnya dengan tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Disamping itu juga sebagai penghubung dengan jawatan-jawatan lain, seperti jawatan irigasi bahkan dengan jawatan pendidikan. Setiap urusan pemerintah pusat atau setiap usaha dari luar yang memasuki desa atau harus terlebih dahulu melewati posisi ini. (halaman 118)
Dengan berjalannya proses modernisasi dibidang administrasi dan oleh bertambahnya campur tangan pemerintah pusat terhadap masalah pedesaan, telah mengubah posisi kepala desa yang sebenarnya sedang mengalami masa-masa kritis akibat mengendurnya ikatan-ikatan komunal. Dan ternyata semakin lama semakin melibatkan diri dalam struktur pemerintahan pusat. (halaman 118)
Di luar penekanan yang bersifat ekonomis, sifat politis-pun terus mendorong pemerintah desa untuk menyalurkan suara penguasa. Misalnya, dengan adanya intruksi pembentukan front nasional mulai dari unit desa dan kampung hingga tingkat nasional telah menjadikan pemerintah desa sebagai penggerak kekuatan-kekuatan politik di desa untuk mendukung setiap program dari pusat. (halaman 120)
Bila ditarik kesimpulan bahwa berhasilnya pelaksanaan pembangunan sangat ditentukan oleh usaha-usaha untuk mendinamisir masyarakatnya, maka akan terbentur kepada masalah “apakah terdapat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desanya?”. (halaman 122)
Salah satu pengertian partisipasi pada umumnya dihubungkan dengan adanya pemelihan kepala desa secara bebas, dan ini sering dimakan demokrasi desa. Beberapa penguat terhadap pendapat ini ialah adanya rapat tahunan sebagai pertanggung jawaban pemerintah desa kepada penduduk yang telah berusia atau berstatus dewasa. (halaman 122)
Sedemikian jauh, pengertian tersebut akan mempunyai arti yang sempit bila dihubungkan dengan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah desa itu sendiri. Karena hakekat dari partisipasi seharusnya juga meliputi usaha-usaha yang lebih terorganisasi dari warga desa untuk ikut berpengaruh dalam membentuk serta melaksanakan kebijaksanaan umum pemerintah. (halaman 123)
Dalam pola kehidupan masyarakat terdahulu, pengertian partisipasi tersebut sangat berkungkung oleh ikatan-ikatan adat. (halaman 123)
Untuk menjamin kedudukannya, umumnya kepala desa sangat menitikberatkan kepada tata pemerintahan. Dalam hal demikian juru tulis berfungsi sebagai pemegang kunci terhadap hal-hal yang bersifat rahasia. (halaman 126)
Pengaruh kepala desa yang besar, baik dalam masalah pencalonan anggota maupun perencanaan, terhadap BMD sering muncul secara tunggal dalam mendapatkan pengesahan rapat tahunan desa yang ternyata dihadiri oleh sebagian besar buruh-buruh tani dan petani-petani kecil sebagai golongan kurang terpelajar yang sama sekali kurang mendalami arah, maupun arti suatu pembangunan. (halaman 128)
Sebagai konsekuensi dari kehidupan politik yang demikian ialah menyingkirkan tokoh-tokoh cendekiawan dari tiap-tiap desa yang kurang kompromistis. Bahkan melepaskan kesempatan terbaik yaitu selalu tidak hadir pada rapat tahunan desa, yang menurut mereka merupakan “demokrasi langsung yang kurang rasional”. (halaman 128)
Namun langkah-langkah yang diharapkan dapat menjamin kestabilan politik dalam rangka pembangunan, tidak menghalangi ambisi-ambisi perorangan dalam usaha mengambil alih jabatan kepala desa secara kekerasan.  Kekhawatirsn terhdap timbulnya serangan-serangan politik banyak menghinggapi para kepala desa. (halaman 128)
Bentuk ekpolitasi desa oleh kota telah lama dikemukakan oleh para sarjana dalam menanggapi kehidupan di Negara-negara terbelakang. Pada dasarnya desa merupakan landasan bagi pembangunan kota-kota yang menjadi pusat raja-raja, pusat keagamaan serta pusat militer. (halaman 130)
Partisipasi masyarakat untuk tujuan pembangunan dapat diminta secara sukarela. Maka kini usaha-usaha pembangunan sangat tergantung kepada kemampuan kepala desa atau pemerintah desa dalam menggunakan sumber-sumber kekuasaan atau pengaruh administrative. (halaman 133)
Jika dilihat dari sudut kepemimpinan maka pola aliran yang berurat akar dalam nilai-nilai social di desa lebih menentukan pengaruh maupun posisi kepemimpinan seseorang. Sampai sejauh mana luas pengaruh pemimpin itu juga ditentukan oleh keluwesan konsep-konsep aliran yang diterimanya. (halaman 135)
Dengan munculnya kekuatan-kekuatan politik di desa yang semakin nyata pengaruhnya, maka kekuasaan pemerintah desa menjadi semakin terbatas ruang geraknya. Namun dalam perkembangan pemerintah desa, yang masih merangkum banyak kewenangan atas aktifitas social ekonomi yang diperlukan untuk pembangunan di desa. (halaman 136-137)
Beban kewajiban yang dikenakan kepada pemerintah desa untuk melaksanakan peraturan-peraturan atau penyerahan pajak-pajak berbentuk uang dan hasil bumi kepada pemerintah kabupaten, memberikan gambaran bahwa desa berfungsi sebagai penunjang pembangunan pusat-pusat pemerintahan di kota-kota. (halaman 137)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar