Welcome DESAINER

Rabu, 20 April 2011

Mendefinisikan local site

1. Setelah masuk ke Dreamwever, dari menu Site pilih New Site.
2. Pada bagian Site Name, tuliskan nama web Anda. Misalnya Gratisan. Sedangkan Local Root Folder adalah folder tempat Anda akan menyimpan semua file untuk web yang Anda buat, termasuk file images, audio, javascript, css, dan sebagainya. Klik pada icon untuk mem-browse.



3. Setelah selesai klik OK.



4. Maka akan muncul window baru. Setelah Anda mencapai langkah ini berarti Anda sudah bisa memulai membuat halaman web baru.

Senin, 11 April 2011

fFIBONACI



Sabtu, 09 April 2011

MASALAH-MASALAH PEMBANGUNAN, Koentjaraningrat, LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta, 1982.

MASALAH-MASALAH PEMBANGUNAN, Koentjaraningrat, LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta, 1982.
Usaha besar-besaran untuk mempercepat proses transisi sosial-budaya dengan rencana-rencana yang disusun dengan sengaja secara khusus adalah apa yang disebut pembangunan. (halaman 6)
Ada lima masalah pembangunan yang khas untuk ilmu antropologi yaitu :
1. Masalah penduduk,
2. Masalah struktur masyarakat desa,
3. Masalah migrasi, transmigrasi dan urbanisasi,
4. Masalah integrasi nasional,
5. Masalah pendidikan dan moderenisasi. (halaman 6)
Aspek ekonomi daripada mempunyai anak mungkin sekali bagi wanita-wanita berbeda bila dibandingkan dengan aspek-aspek ekonomi yang mempengaruhi keinginan mempunyai anak dari wanita-wanita pedesaan yang miskin, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia, walaupun beberapa aspek psikologis maupun kebudayaan mungkin sama. (halaman 47)
Perbedaan yang besar antara upah yang rendah dan biaya hidup yang tidak tetap, menyebabkan bahwa mereka sangat memperhitungkan keadaan ekonomi mereka. Pertimbangan demikian tampak sangat jelas dalam pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu sebagai pengelola rumah tangga, dalam mencari tambahan penghasilan dengan jalan usaha sendiri, dan dengan bekerja di luar rumah tangganya. (halaman 47)
Dengan membandingkan dengan masyarakat-masyarakat lain, kami dapat lebih jelas menentukan batas-batas dalam mana kegiatan ekonomi wanita berbentuk pekerjaan di luar rumah tangganya, apabila keluarga rumah tangganya , apabila keluarganya telah hidup layak dari penghasilan satu orang. (halaman 55)
Pola dari tidak mantapnya ekonomi merupakan factor penting untuk memperoleh dan mempertahankan pekerjaan tetap secara penuh, lebih-lebih dalam suatu pekerjaan pemerintah dimana ketentuan-ketentuan yang melekat pada pekerjaan itu (perumahan, kendaraan, pembagian beras setiap bulan, dan sebagainya) seringkali lebih penting dari upah atau gaji sebenarna. (halaman 69)
Ada dua tipe kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh wanita untuk mendapatkan penghasilan dari luar, yang menjadi perhatian studi ini: 1. Bekerja untuk seorang majikan di luar rumah tangga, dan 2. Bekerja untuk diri sendiri di rumah atau di luar rumah. (halaman 69)
Peranan ekonomis dan kesuburan adalah mengenai perbedaan-perbedaan antara wanita bekerja dan wanita ibu rumah tangga terhadap praktek keluarga berencana dan sikap yang berhubungan dengan kelahiran. Kami tidak menemukan suatu hubungan yang menyolok dalam studi ini antara status bekerja dan menggunakan metode keluarga berencana. (halaman 71)
Apabila anak-anak yang miskin di daerah pedesaan sejak kecil dapat memberi sumabngan kepada penghasilan keluarganya, maka tidak demikian halnya dengan anak-anak dari kelas menengah di kota-kota. Demikian juga ibu-ibu dari keluarga kelas menengah kota bisa dikatakan member sumbangan ekonomis mereka kepada taraf kehidupan dengan bekerja sebagai manajer rumah tangga dan pendidik anak-anaknya menurut cara yang sesuai dengan kedudukan keluarganya dalam kelas menengah. Baik diantara wanita pedesaan maupun diantara wanita kelas menengah kota, keseluruhan penghasilan dan taraf hidup dari seluruh keluarga menentukan jenis dari sumbangsih wanita terhadap kesejahteraan keluarga. (halaman 77)
Rumitnya hubungan timbale balik seharusnya membuat lebih jelas mengapa hanya sedikit hubungan yang penting antara partisipasi wanita secara total dalam tenaga kerja, dan kesuburan secara total. Untuk dapat memahamai hubungan-hubungan ini, perbedaan sosio-ekonomis merupakan hal yang sangat penting. (halaman 77)
Kami menemukan bahwa variable-variabel ekonomi (yaitu pengeluaran-pengeluaran untuk makan dan pendidikan) banyak menjelaskan perbedaan dalam hal kesuburan. Tentu saja, suatu sebab yang langsung bersifat ekonomis dalam hal ini sangat relevan, seperti misalnya konsumsi makanan yang leboh banyak oleh orang dewasa dibandingkan dibandingkan anak-anak. (halaman 89)
41.000 komunitas desa dapat dibagi ke dalam beberapa golongan berdasarkan teknologi usaha taninya, menjadi dua golongan :
(1) desa-desa yang berdasarkan cocok-tanam di lading, dan (2) desa-desa yang bercocok-tanam di sawah.
Desa-desa golongan pertama terletak disebagian besar pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian, dengan perkecualian beberapa daerah di Sumatersa Utara dan Barat, Daerah Pantai Kalimantan, daerah Sulawesi selatan serta Minahasa, dan beberapa daerah terbatas yang terpencar di Nusa tenggara dan Maluku. (halaman 99)
Teknologi bercocok tanam di lading menyebabkan suatu komunitas desa berpindah-pindah yang sangat berbeda dengan komunitas desa menetap yang didasarkan pada teknologi bercocok tanam di sawah. Teknologi cocok tanam di lading memerlukan tanah yang luas, di suatu daerah yang masih merupakan hutan rimba yang sedapat mungkin masih perawan. (halaman 100)
Salah satu cara untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok-tanam secara tradisional dalam komunitas pedesaan adalah sisten bantu membantu yang di Indonesia kita kenal dengan istilah “gotong royong”. Sistem pengerahan tenaga seperti itu tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tempat-tempat lain di dunia, dimana produksi bercocok-tanam secara trasional masih dominan, yaitu komunitas-komunitas pedesaan suku-suku bangsa penduduk Afrika, Asia dan Oseania, dan penduduk pribumi Amerika Latin. Sistem gotong royong sampai masa kini bahkan masih terdapat juga di beberapa tempat di eropa. (halaman 106)
Di Indonesia, dan khusunya di Jawa, aktifitas gotong royong biasanya tidak hanya menyangkut lapangan bercocok tanam saja, tetapi juga menyangkut lapangan kehidupan sosial lainnya seperti:
1. Dalam hal kematian, sakit atau kecelakaan
2. Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga
3. Dalam hal pesta-pesta
4. Dalam mengerjakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa. (halaman 106-107)
Proses pergeseran dari cara pengerahan tenaga tani dari system gotong royong menjadi system menyewa buruh tani, antara lain terdorong oleh murahnya tenaga buruh tani, terutama di jawa. (halaman 110)
Penduduk desa pada umumnya terlibat dalam bermacam-macam pekerjaan di luar sector pertanian, dan mengerjakan kedua sector tersebut pada waktu yang bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder. Tetapi banyak pula desa-desa, terutama di jawa, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di luar sector pertanian meskipun demikian kepada pegawai sensus, petugas survey KB, atau kepada para peneliti ilmu sosial, mereka itu biasanya mengidentifikasikan dirinya sebagai petani. (halaman 117)
Dalam hampir semua komunitas desa, semua anggota pamong desa dan para guru desa, pasti memilik tanah sawah dan tegalan. Sebagian dari tanah itu mereka sewakan, mereka dibagi-hasilkan, atau mereka gadaikan kepada petani lain yang tidak atau hanya memilik tanah yang terbatas besarnya, tetapi sebagian lagi selau mereka kerjakan sendiri. (halaman 118)
Desa-desa di Jawa yang ada di sepanjang jalan-jalan raya dekat pabrik-pabrik pusat industry atau dekat kota-kota kecil atau besar, biasanya kurang lebih terpengaruh oleh gaya hidup kota. Banyak penduduk desa dengan lokasi seperti tersebut berhasrat memilik rumah gaya kota, dan perabot rumah tangga yang dimilik orang-orang kota. (halaman 118)
Pola-pola matapencaharian dan aktifitas pekerjaan di luar sector pertanian dapat menyebabkan terjadinya suatu mobilitas geografikal yang sangat ekstensif dalam masyarakat pedesaan di Indonesia, dan khususnya di Jawa. (halaman 119)
Usaha yang penting dari para perencana pembangunan masyarakat desa adalah untuk selalu menyediakan dan menciptakan adanya kepentingan-kepentingan local, yang dapat mengembangkan “lapangan-lapangan sosial” dengan ruang lingkup local. Dengan demikian kecenderungan orang-orang desa untuk pindah ke kota dapat terjaga. (halaman 122)
Pertama-tama dijelaskan arti atau perumusan tentang gotong-royong oleh para ahli, koentjaraningrat misalnya mengartikan gotong-royong sebagai “kerjasama diantara anggota-anggota komuniti”. (halaman 130)
Menggolongkan gotong-royong kedalam tujuh jenis, yaitu: (1) gotong-royong yang timbul bila ada kematian atau beberapa kesengsaraan lain yang menimpa penghuni desa; (2) gotong-royong yang dilaksanakan oleh seluruh masyarakat desa; (3) gotong-royong yang terjadi bila seseorang penduduk desa menyelenggarakan suatu pesta; (4) system gotong-royong yang dipraktekkan untuk memelihara dan membersihkan kuburan nenek moyang; (5) gotong-royong membangun rumah; (6) system gotong-royong dalam pertanian; (7) kegiatan gotong-royong yang berdasarkan pada kewajiban kuli dalam menyumbangkan tenaga manusia untuk kepentingan masyarakat. (halaman 130)
Dua sifat dari ekonomi pedesaan yang penting, yang pertama adalah bahwa kalau kita membandingkan besarnya upah atau keuntungan dari kegiatan-kegiatan yang digambarkan dengan kebutuhan, yang kedua adlah bahwa kegiatan produktif yang paling menghasilkan (dihitung menurut hasil per jam kerja) untuk yang tidak memilik tanah atau modal adalah kerja sebagai tani bayaran (khususnya memotong padi dengan system bawon). (halaman 153-154)
Gotong-royong = kerja tanpa bayaran di tempat orang lain untuk membangun/memperbaiki rumah dan lain-lain tidak meliputi pengolahan tanah dengan system gotong-royong. (halaman 160)
Walaupun pembagian kerja antara pria dan wanita dalam masyarakat pedesaan jawa cukup jelas, tetapi hubungan antara pria dan wanita dalam proses produksi tidak ditentukan oleh perbedaan jenis kelamin saja, melainkan yang lebih penting oleh kesempatan meraih sumber-sumber strategis yang melintasi perbedaan jenis kelamin itu. (halaman 168)
Pendekatan-pendekatan terhadap otonomi wanita dalam masyarakat dengan perbedaan kelas juga memfokus pada masalah organisasi produksi, tetapi dengan suatu penekanan yang agak berbeda. (halaman 169)
Kurangnya perhatian akan akibat-akibat dari ketimpangan-ketimpangan sosio-ekonomis dalam masyarakat pedesaan dapat menyebabkan dua kecenderungan yang negative terhadap wanita. (halaman 176)
Cara panen di jawa menunjukan bahwa bukanlah partisipasi dalam suatu pekerjaan yang bersifat sosial secara kolektif yang member kekuasaan ekonomi kepada wanita, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa yang member kekuasaan ekonomi itu adalah kemampuan seorang wanita unutk menggerakkan tenaga yang bersifat sosial dai orang-orang lain. (halaman 180)
Ada dua factor yang menyimpulkan bahwa tanggung jawab untuk pembangunan pedesaan akan terutama terletak di atas pundak kepala desa-bahwa ia akan merupakan suatu factor yang menentukan di dalam upaya Indonesia untuk berpartisipasi dalam “revolusi hijau”. Pertama, di desa-desa kebanyakan daerah di Indonesia, kepala desa mempunyai wewenang yang betul-betul nyata. (halaman 197)
Kepala desa mempunyai posisi yang kuat sebagai wakil dari pemerintah di desa. Peranan lurah sebagai wakil dari pemerintah sudah bisa diteliti selama tahap akhir zaman mataram. (halaman 198)
Desa di Indonesia sesudah zaman penjajahan menunjukkan, bahwa posisi kepala desa biasanya di duduki berkat keturunan, dan bahwa anak laki-laki yang pertamalah (tidak selalu harus demikian) yang biasanya menggantikan menjadi kepala desa apabila ayahnya meninggal atau meletakkan jawaban. (halaman 200)
Mengingat bahwa pertanian, khususnya peningkatan produksi pangan adalah sasaran utama rencana pembangunan dewasa ini, dank arena kepala desa menduduki posisi yang penting dalam mempengaruhi sampai beberapa jauh taraf penerimaan technical know how yang baru di desa-desa, maka pentinglah untuk mengetahui sampai sejauh mana mereka itu sendiri memiliki kepentingan langsung dalam perubahan yang sedang disarankan pada waktu ini. (halaman 203)
Belum cukup dimaklumi bahwa kepala desa menempati kedudukan strategis, baik dlam struktur pemerintahan maupun dalam kompleks pedesaan sendiri untuk menjadi pelopor yang penting dalam rangka pembaharuan. (halaman 208)
Tetntu saja baik sekali bagi kepala desa kalau menaruh perhatian kepada intensifikasi usaha-usaha pembangunan masyarakat melalui gotong-royong dan peningkatan pembiayaan, tetapi apakah usaha-usaha itu akan diarahkan kepada tujuan-tujuan ekonomis produktif, atau akan disalurkan ke tujuan non-ekonomis lainnya seperti pembuatan monument,mesjid atau gereja, atau pembuatan gapura-gapura tradisional untuk desa. (halaman 209-210)
Apabila desa dan dukuh dalam rangka pembangunan dewasa ini berhasil dirangsang untuk mengelola sumber-sumber dan dan potensi alamiah maupun manusiawi dimilikinya, besar kemungkinannya bahwa derap pembangunan dapat dipercepat.
Caampur tangan pemerintah dalam usaha pembangunan sebenarnya sudah diterima sebagai suatu kenyataan; pengarahan dan bantuannya diharapkan dengan sangat. Tidak dalam prinsip campur tangan itu terletak tentangan-tentangan dari pihak masyarakat yang kadang-kadang muncul, tetapi dalam pendekatan yang diasosiasikan dengan usaha memperbaiki nasib rakyat banyak yang berkemampuan kurang. Setiap pendekatan memerlukan pengertian terhadap pola-pola interaksi sosial yang ada dan berlangsung secara nyata antara kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung berbagai lembaga dan organisasi sosial. (halaman 214)
Pada umumnya gambaran yang kita miliki mengenai masyarakat pedesaan, ialah bahwa keluarga batih atau somah (petani) merupakan kesatuan masyarakat desa yang terpenting. Selain daripada itu tidak ada kesatuan-kesatuan sosial yang lebih berperanan, sehingga dari tingkat atas desa masyarakat pedesaan tampak tidak berpola. (halaman 215)
Asosiasi pertama yang ditimbulkan pada orang yang seidikt terdidik di desa bila ditanyakan mengenai lembaga, ialah lembaga sosial desa (LSD) yang merupakan program pemerintah untuk menghidupkan kembali pranata sosial desa yang berakar dalam adat kebiasaan dan diduga dapat menghidupkan kembali aspek-aspek kegotong-royongan yang kita anggap antara lain mencerminkan demokrasi di daerah pedesaan kita. (halaman 217)
Yujuan pemerintah semula memang menggerakan pranata sosial di desa yang sudah ada tetapi fungsinya barangkali melemah; harapannya ialah agar pemimpin non-formal mengambil tempat dan peranan yang lebih besar . Dalam kenyataan tidak jarang terjadi bahwa pamong desa, terutama lurahlah yang mengetuai atau membina LSD, sehingga tetap pemimpin formal lebih penting. Pada pribadi lurah kedua jenis kepemimpinan, formal dan non-formal ada kalanya bertumpuan sehingga sangat tergantung pada pribadi loyalitas lurah kemana akhirnya kepala desa mengamalkan pengabdiannya. (halaman 217)
Ternyata pada umumnya pemimpin daerah pedesaan berasal dari desanya sendiri, dan lahir dalam keluarga yang agak mantap, tanpa adanya perceraian yang sering terjadi antara ayah-ibu. Pendidikan sewaktu mudanya berlangsung di rumah orangtua dan kemudian di sekolah, walaupun pendidikan sekolahnya rata-rata lebih pendek dari 6 tahun. Kebanyakan pemimpin masih hidup dari pertanian, walaupun bukan sebagai petani oenggarap lagi. (halaman 234)
Suatu kebijaksanaan pembangunan yang hanya didasarkan pada pra-anggapan akan lebih sulit merangsang partisipasi dari segolongan pemimpin yang justru menjadi tokoh dan orang berpengaruh dalam lingkungan masyarakat yang lebih kecil tetapi masih hidup karena dukungan pengikut. (halaman 238)
Kerjasama antar desa juga merupakan suatu aspek yang sudah lama melemah; koordinasi yang dilakukan oleh tingkat kecamatan sebenarnya cenderung bersifat hubungan atas-bawah, masing-masing dengan orientasi yang berbeda: kota-desa. Selanjutnya suatu kebijaksanaan dalam usaha pembangunan yang condong mengutamakan gugus birokrasi untuk menyalurkan intruksi-intruksi dan kurang mementingkan terbentuknya dan berfungsinya satuan-satuan organisasi spontan dan sukarela di tingkat dukuh sukar dapat menggugah partisipasi luas. (halaman 238)
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk membangkitkan partisipasi kembali adalah merangsang organisasi pada tingkat dukuh dan dengan melepaskannya dari kaitan erat dengan gugus kepamongan. Disarankan bahwa organisasi petani seperti HKTI dapat dibuat wadah yang demikian sifatnya, sehingga disamping pamong ada gugus organisasi yang dapat mengimbanginya. Disamping itu apabila otonomi tingkat III ingin dicapai maka perlu diusahakan agar tingkat tiga tersebut mencakup sejumlah desa-desa yang dijalin kepentingannya dengan mengaktifkan kembali dukuh, dan bukan pamong desa. Sebaliknya apabila kecamatan dipertahankan, tingkat itulah yang menjadi tingkat terakhir dalam jenjang birokrasi. (halaman 238-239)
Beberapa lembaga yang dahulu mendukung berfungsinya demokrasi, antara lain badan musyawarah desa, pilihan lurah dan sebagainya perlu dihidupkan kembali sebagai wahana untuk melakukan sosialisasi penduduk desa atau dukuh. Untuk mempercepat proses demokrasi tadi beberapa prerogative yang dinikmati pamong desa, antara lain bengkok dan pungutan-pungutan tertentu yang berlandaskan pada pola masyarakat feudal, secara bertahap perlu diganti dan dihapus. (halaman 239)
Cara yang lebih mutakhir untuk memberikan imbalan jasa-jasa pamong perlu digagas misalnya dengan memberikan gaji. Sehubungan dengan ini peranan penduduk dengan kemampuannya untuk melakuakan pengawasan atas pamong perlu ditingkatkan. Membatasi masa jabatan pamong sudah merupakan usaha yang mengarah kesana. Memperluas kesempatan terutama bagi penduduk desa yang sudah tidak menguasai tanah cukup untuk dapat memperoleh asset pertanian lain adalah satu cara lain untuk meningkatkan kegairahan mebangun daerah pertanian. Beberapa kebutuhan dasar, juga dibidang ekonomi memang harus dipenuhi. (halaman 239)
Istilah perekonomian subsistensi umunya digunakan khusus dari perekonomian desa agraris yang produktivitasnya rendah. Produksi subsistensi adalah bagian dari produksi pertanian yang dikonsumsi oleh para anggota rumah tangga itu sendiri. Produsen sekaligus merupakan kosumen dan interaksi pasar tidak terjadi. Jenis perekonomian ini diperhadapkan dengan suatu perekonomian kaum tani yang dikomersialkan atau dengan suatu perekonomian industry urban. Pandangan ini terlalu sederhana. Perekonomian kaum tani jauh lebih kompleks dan perekonomian urban sama sekali tidaklah sepi dari produksi subsistensi. (halaman 322)
“Kerjasama” bisa dijelaskan dalam dua arti secara negative dan positif. Secara negative istilah “kerjasama” tidak berarti: indiferenrisme atau sikap acuh tak acuh, dimana agama-agama lain tidak diperdulikan, meskipun tidak di musuhi. Juga tidak berarti toleransi semata-mata, yang hanya berarti bahwa yang lain dibiarkan, misalnya karena di khawatirkan kekuatannya (Perang dingin). Istilah yang kedengarannya menarik tetapi mengelirukan adalah saling pengertian. Istilah ini sering didewa-dewakan seolah-olah mengungkapkan relasi yang paling baik dan paling mesra. (halaman 374)
Khusus bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai budaya sebagai syarat pembangunan yang sudah dimiliki adalah nilai budaya gotong-royong dalam arti yang umum, dan beberapa nilai budaya tertentu yang sebenarnya merupakan konsep pemerincian dari nilai gotong-royong dalam arti umum tadi. Nilai-nilai budaya itu adalah misalnya: konsep yang menganggap penting sikap tenggang rasa dan kepekaan untuk tidak berbuat semena-mena terhadap sesame manusia. Nilai budaya itu menurut hemat saya penting untuk menanggulangi tekanan-tekanan masalah kehidupan masa kini, karena memungkinkan orang Indonesia untuk bekerja sama dengan sesamanya secara mudah, untuk bersikap toleran terhadap sesamanya yang berkeyakinan dan berpendirian lain, dan untuk bekerja sama dengan bangsa lain. (halaman 423-424)
Perlu diperhatikan bahwa nilai gotong-royong tidak dalam semua aspeknya dapat menanggulangi tekanan masalah kehidupan masakini, dan dapat menunjang pembangunan. Nilai-nilai gotong-royong itu juga mempunyai aspek-aspek yang menghambat pembangunan, karena dapat melemahkan kegigihan untuk bekerja, serta gairah dengan tujuan mencapai hasil karya yang optimal. Hal itu disebabkan karena manusia yang hidup dalam masyarakat dimana nilai gotong-royong itu meluas, seringkali dihinggapi pikiran ketergantungan kepada lingkungan sosialnya. Nilai gotong-royong sering menghambat juga karena menimbulkan gagasan bahwa kemajuan warga komunitas juga harus sama dan merata. Dengan demikian individu acapkali tidak diperkenankan maju mendahului yang lain dan menonjol di atas yang lain. Padahal, terutama dalam sains, teknologi dan ilmu pengetahuan, hasil karya individu-individu putera bangsa yang menonjol itulah yang biasanya justru merupakan penunjang terpenting dari pertumbuhan ekonomi. (halaman 424)
Disamping dapat pula di observasi bahwa gotong-royong dalam pelaksanaannya yang paling konkret, yaitu dalam produksi pertanian, dengan sendirinya tergeser oleh system pengerahan tenaga buruh bayaran, terutama di daerah-daerah dimana tenaga buruh berlebih, dank arena itu sangat murah. Dengan demikian nilai gotong-royong yang menjiwai kehidupan ekonomi, sosial dan budaya bangsa Indonesia perlu di sesuaikan dengan keperluan masakini, yaitu menghilangkan kedua aspek negatifnya. (halaman 424)
Nilai budaya Indonesia yang menurut hemat saya juga menghambat pembangunan adalah konsep bahwa manusia berorientasi vertical; artinya, ia harus berpedoman kepada orang-orang yang senior dan orang-orang yang berpangkat tinggi. Nilai ini perlu digeser karena menghambat berkembangnya tema berpikir yang mementingkan tanggung jawab sendiri. (halaman 426)
Dalam menghadapi peradaban dunia dengan kebudayaan industry dan jiwa komersialnya, orang Indonesia sebaiknya mengembangkan suatu kebudayaan nasional yang dalam system budayanya mementingkan aspek-aspek positif dari gotong-royong, seperti sikap suka bekerjasama dengan orang lain, baik orang dari lingkungan keluarga atau tetangga dekat, tetapi toh yang mempunyai kepentingan yang sama; sikap tenggang rasa terhadap orang lain; sikap toleransi terhadap orang lain; walaupun ia berasal dari golongan lain atau menganut agama lain. (halaman 427)
Rintangan-rintangan cultural di pedesaan sampai sekarang masih cukup besar. Baik berupa rintangan moril-spiritual, maupun berupa fisik-material. Kedua-duanya masih cukup dominan. Rintangan moril spiritual terutama disebabkan tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah. Bahkan masih ada yang buta huruf, dan kebanyakan rakyat desa hanya terbatas tamatan kursus PBH. Karenanya minat baca sangat kurang. Keinginan membaca Koran masih terbatas dalam jumlah yang kecil. Membaca belum tumbuh sebagai suatu kebutuhan dan karenanya juga belum berkembang sebagai suatu kebiasaan. (halaman 439)
Lebih dari itu factor kemiskinan merupakan hambatan yang terbesar, Cara kerja yang statis tradisional, lapangan kerja yang masih langka, menyebabkan pertumbuhan ekonominya sangat lambat, sehingga peningkatan pendapatannya sangat rendah. Hasil pendapatannya bahkan tidddak cukup untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari, yang sebagian besar tergantung kepada hasil pertanian di sawah dan lading. Karrrena itu pula hampir seluruh pendapatannya untuk biaya hidup keperluan keluarga. (halaman 439)
Dalam usaha meratakan arus informasi timbale balik dari desa ke kota dan kota ke desa, diperlukan pendekatan dan kemauan kerjasama dari kedua belah pihak. Dari pihak pers maupun pejabat. Minimal satu sama lain tidak saling merintangi fungsi dan tanggung jawabnya, maksimal perlu saling pengertian dan kerjasama yang sehat dan konstruktif. Konstruksi inilah yang perlu diciptakan bersama, karena baik pers maupun pemerintah sama-sama menghendaki masyarakat yang maju, yang cerdas, yang sejahtera lahir-batin, Interaksi positif ini yang sudah berhasil dikembangan di Bali, walaupun masih terasa belum merata di kalangan pejabat pemerintah. (halaman 442)
Teori kewiraswastaan mengenai perkembangan ekonomi adalah paling menonjol diantara semua teori lain yang dikembangkan hingga dewasa ini, tidak saja dalam menerangkan proses-proses historis dari perkembangan ekonomi, tetapi juga karena kemampuannya mempengaruhi secara politis proses pembangunan atas cara yang menghasilkan lebih banyak perkembangan ekonomi dan mengakibatkan terbentuknya standar hidup yang lebih tinggi bagi masa pekerja dari suatu bangsa tertentu. (halaman 466)
Suatu bangsa akan berkembang secara ekonomis, apabila bangsa tersebut mempunyai wiraswasta-wiraswasta yang mempunyai kebebasan dan motif-motif yang mendorongnya untuk mengambil keputusan-keputusan yang bersifat kewiraswastaan, yang sebetulnya berarti mengadakan inovasi, yaitu mewujudkan gagasan-gagasan baru menjadi praktek. Suatu bangsa akan berkembang lebih cepat, apabila ia memperbesar kelompok wiraswasta (sebagai tenaga kreatif pelaksana perubahan), memperluas lingkup kemerdekaan ekonomi yang memungkinkan tingkah laku wiraswasta, dan berhasil menciptakan suatu lingkungan sosio-ekonomis, yang mendorong para wiraswasta ini secara “optimal”. (halaman 466)
Baiklah kita membicarakan tiap-tiap pokok ini secara singkat, mulai dari proses pembangunan yang bersifat dasar, menyusul penciptaan serta penyebarab berbagai inovasi. Schumpeter telah menunjukkan secara meyakinkan, mengapa proses inovasi itu demikian mendasar sifatnya, sedemikan rupa sehingga ia bakan boleh disamakan dengan pembangunan ekonomi. (halaman 466)


Kamis, 07 April 2011

“Perbedaan Antar Mazhab?” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Ustadz yang dirahmati Allah, saya memiliki beberapa pertanyaan:1. Apa sebenarnya perbedaan yang mendasar antara mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hambali?2. Apakah aliran/golongan Hizbuttahrir dan Jama’ah Tabligh itu sama? Mengaju kepada imam siapakah golongan tersebut? Apa kelemahan dari-dari golongan tersebut?
Syukron,Jazakumullah Khairan Khatsiran
Wassalamu’alikum wr. wb.
Najmah
Jawaban
Assalamu ‘alaikm warahmatullahi wabarakatuh,
Di antara tonggak penegang ajaran Islam di muka bumi adalah muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan mazhab kecil lainnya. Keempat mazhab itu adalah Al-Hanabilah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya jumlah mazhab besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat mazhab itu memang diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15 abad ini.
Keempatnya masih utuh tegak berdiri dan dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi. Masing-masing punya basis kekuatan syariah serta masih mampu melahirkan para ulama besar di masa sekarang ini.
Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj mereka.
1. MazhabAl-Hanifiyah.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
1. Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
2. Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi .Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana .
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i . Beliau dilahirkan di Gaza Palestina tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya . Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru . Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi dan fiqh ahli hadits .
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani . Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari .
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal ,”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal . Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad , Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran , Abu Bakr Al-Khallal , Abul Qasim yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Wallahu a’lam bish-shawab, wassalamu ‘alaikm warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber Perbedaan Antar Mazhab? : http://assunnah.or.id
Bismillahirrohmanirrohiim,
Assalamu’alaikum wa rohmatullah wa barokaatu.


Saudara-saudari kami tercinta rahimakumullaah

Apa yang menjadi penyebab perbedaan mazhab di daal fiqih Islam?

Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan al-Qur’an al-Kariim sebagai Undang-undang untuk agama Islam yang agung. Undang-undang Ilahi ini mencakup kaidah-kaidah pokok, dan juga dasar-dasar universal bagi masalah-masalah akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Allah swt. telah mempercayakan Rasulullah saw. untuk menjelaskan undang-undang ini, dan juga untuk menjelaskan maksud dari kaidah-kaidah dan dasar-dasar tersebut. Sehingga sunnah Rasulullah saw. berkedudukan sebagai penafsir dari al-Qur’an al-Kariim.

Kemudian datanglah para imam, dan mereka merujuk kepada al-Qur’an dan penafsirannya, serta kepada sunnah dan penjelasannya. Lalu masing-masing melakukan ijtihad sampai batas kemampuan mereka, supaya masing-masing sampai kepada apa-apa yang diyakini oleh mereka bahwa itu adalah benar. Masing-masing mereka telah menyiduk dari al-Qur’an, dan telah menghirup dari Rasulullah saw. Mereka tidak berselisih dalam masalah-masalah akidah, dan tidak juga berselisih dalam masalah-masalah ibadah yang wajib. Mereka juga tidak berselisih dalam kaidah-kaidah agama dan dasar-dasarnya. Masing-masing mereka menyatakan ke-Esa-an Allah subhanahu wa ta’ala dan kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing mereka juga menetapkan shalat, zakat, puasa, haji, dan dasar-dasar Islam yang lainnya.

Perbedaan yang terdapat di antara mazhab-mazhab yang empat adalah hanya pada masalah-masalah furu’ (cabang-cabang) dan bentuk-bentuk asykal. Ini merupakan rahmat dan kemudahan dari Allah swt. karena, perubahan akan menerpa manusia, waktu, dan tempat. Suhu yang sangat dingin bukanlah suhu yang sangat panas, dan negara yang mempunyai air yang berlimpah bukanlah negara yang mempunyai sedikit air. Setiap imam, tidak diragukan bila terpengaruh dengan keadaan lingkungannya, dan memperhatikan apa-apa yang biasa dikenal oleh masyarakat yang tinggal dilingkungannya, baik berupa adat maupun kebiasaan-kebiasaan.

Masing-masing mereka juga memperhatikan maslahat-maslahat yang berbeda antara suatu daerah dengan daerah yang lain. Perhatian-perhatian ini telah menyebabkan terjadinya perbedaan antara seorang imam dengan imam yang lain dalam masalah-masalah yang bersifat juz’iyyah (parsial), atau dalam hukum-hukum far’iyyah (cabang) di dalam fiqih Islam.

Adapun salah satu penyebab lain terjadinya perbedaan adalah karena sebagian imam memperkeras sikap dalam beberapa masalah, sementara sebagian imam yang lain mempermudah, dan sebagian yang lainnya mengambil sikap pertengahan. Sementara manusia berbeda-beda dalam sisi himmah dan semangatnya. Orang yang kuat berlama-lama di dalam ibadah dan ketaatan, akan cocok dengan pendapat yang keras. Orang yang lemah di dalam ibadah, akan cocok dengan pendapat yang meringankan. Sedangkan orang yang pertengahan, akan cocok dengan pendapat yang pertengahan. Hal-hal inilah yang ideal dan sebaiknya harus dipahami oleh setiap kita.

Generasi demi generasi manusia telah menerima ke-empat mazhab ini dengan keridhaan. Manusia menghormati para pemimpin mazhab-mazhab tersebut atas usaha maksimal yang telah mereka lakukan dalam usaha memahami hukum-hukum agama dan meng-istinbath -nya dari al-Qur’an, sunnah, dan amalan para sahabat. Sekiranya kita merujuk kepada kitab-kitab imam yang empat, maka kita akan melihat begitu banyak bukti-bukti yang menunjukkan keikhlasan mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Hasil cemerlang yang telah mereka tinggalkan bagi kita adalah pusaka ilmu fiqih yang insyaAllah bersifat abadi.


Menggabungkan Beberapa Mazhab




Jika ada pertanyaan : Apakah menggabungkan beberapa mazhab (talfiq) itu memberikan pengaruh di dalam ibadah? Misalnya, seseorang berwudhu dengan berpegang kepada suatu mazhab dan mengerjakan shalat dengan berpegang kepada mazhab yang lain.

Adapun yang dimaksud dengan talfiq ialah seseorang mengikuti salah satu mazhab fiqih di antara empat mazhab fiqih yang terkenal di dalam ibadahnya, namun pada beberapa keadaan atau pada salah satu ibadahnya dia mengikuti mazhab yang lain. Para fukaha berpendapat bahwa yang demikian itu dibolehkan untuk mempermudah dan memperingan. Karena Allah swt. telah berfirman di dalam al-Qur’an, “Dan Dia tidak menjadikan kesulitan bagimu di dalam agama.” (QS.al-Hajj: 38).

Allah swt. juga berfirman di dalam ayat yang lain, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS.al-Baqarah: 185).

Begitu pula Rasulullah saw. bersabda, “Gembirakanlah dan jangan membuat orang lari, permudahlah dan janganlah engkau persulit.”

Namun dalam hal ini, para fukaha mensyaratkan bahwa orang yang melakukan talfiq tidak boleh dengan maksud untuk mencari-cari keringanan (rukhshah) yang terdapat di dalam mazhab-mazhab. Karena, yang demikian itu terhitung sebagai tindakan melepaskan diri dari kehendak-kehendak agama beserta hukum-hukumnya yang mendasar. Secara bahasa, rukhshah artinya kemudahan dan keringanan. Sedangkan dalam istilah syari’at, yang dimaksud dengan rukhshah adalah apa-apa yang ditetapkan untuk suatu uzur (halangan) yang menyulitkan yang termasuk kekecualian, dan hanya terbatas pada sat-saat dibutuhkan.

Terkadang rukhshah (keringanan) diartikan—sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama—apa-apa yang diangkat dari umat ini berkaitan dengan kewajiban-kewajiban yang berat yang telah dibebankan kepada umat-umat sebelum kita. Seperti diharuskannya shalat di masjid dan mengeluarkan seperempat harta untuk zakat.

Hal ini sebagaimana yang telah Allah isyaratkan melalui lisan para hamba-Nya di dalam surah al-Baqarah ayat (286), “Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.”

Begitu juga firman Allah swt., “Dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS.al-A’raaf: 157).

Kata rukhshah terkadang juga digunakan untuk apa-apa yang mempermudah bagi hamba secara mutlak. Seperti, mendapatkan keinginan-keinginan yang dibolehkan dan merasakan kelezatan-kelezatan yang halal. Allah swt. berfirman, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk ibadah.” (QS.adz-Dzariyat: 56). Namun, pada saat yang sama—karena kasih-sayang-Nya kepada para hamba-Nya—Allah swt. juga membolehkan sesuatu yang bail-baik dan membolehkan hamba-Nya bekerja mencari rezeki. Dengan demikian, ini suatu kemudahan dari Allah bagi para hamba-Nya. Oleh karena itu, perkara tersebut dinamakan rukhshah (kemudahan).

Jika seseorang di dalam ibadahnya bertaklid kepada salah satu mazhab yang dijadikan pegangan oleh kaum Muslim, namun kemudian dia butuh atau terpaksa untuk bertaklid kepada mazhab yang lain pada salah satu bagian dari ibadahnya, maka berdasarkan apa-apa yang telah dijelaskan di atas, insyaAllah tidak mengapa.


Demikian saudara-saudari kami tercinta, semoga lewat penjelasan tersebut di atas, ada terdapat manfaat di dalamnya, insyaAllah, amiin…


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Pengertian mazhab dalam term keilmuan Fiqh dan Ushl Fiqh disini, bukanlah suatu sekte ataupun aliran. Mazhab dalam kajian keilmuan Islam khususnya Fiqh merupakan suatu metodologi dalam memahami nash. Kenapa kita perlu mazhab? Sebab Rasulullah saw tidak meninggalkan “kitab fiqh tertulis” yang berisi hukum-hukum Islam yang baku, Namun beliau meninggalkan sejumlah kaidah global, sebagian hukum-hukum juz’i (penanggalan masalah) dan hukum-hukum pengadilan yang ada dalam Qur’an dan Sunnah namun belum tersistemasi menjadi satu kajian keilmuan tersendiri
Seiring dengan semakin luasnya Islam sepeninggal Rasulullah dan zaman yang semakin bertambah, tentunya problematika yang dihadapi Ummat pun semakin kompleks. Nah, kondisi ini menuntut ijtihad fiqh untuk meletakkan dasar-dasar kaidah yang sesuai dengan Syariah. Kaidah-kaidah inilah yang kemudian membentuk suatu metodologi fiqh yang kemudian disistemasi dan dibahas menjadi satu keilmuan yang disebut Fiqh dan Ushl Fiqh. Munculnya Mazhab-mazhab seperti Imam Malik, Hanafi, Syafi’i, Hanbali merupakan hasil dari ijtihad-ijtihad para Aimmah tersebut sehingga membentuk suatu sistem metodologi dalam memahami Qur’an dan Hadits. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai Mujtahid mutlak. Sebab merekalah yang pertama kali membuat dan mensistemasi kaidah-kaidah dalam penafsiran hukum Islam menjadi satu keilmuan tersendiri.
Darimana para Aimmah Mazhab tersebut bisa membuat suatu metodologi fiqh? Tentunya mereka tanpa mengenal lelah, mengumpulkan, mengelompokkan, menganalisa atas kaidah-kaidah global dari berbagai sumber-sumber nash yakni qur’an dan hadits serta pendapat maupun ijtihad yang dilakukan para Shahabat dan tabien sebelumnya. Satu persatu ayat Qur’an diteliti, ditelaah, dikaji dan dibandingkan dengan ayat Qur’an yang lainnya lalu dicoba ditarik kesimpulan hukum yang terkandung didalamnya. Kemudian hadits-hadits yang berjumlah jutaan tentunya prosesnya lebih repot lagi menanganinya. Sebab sebelum ditarik kesimpulan hukumnya “alhukma ‘alal hadits”, hadits-hadits tersebut harus melalui proses validasi serta ditetapkan dahulu drajat keshohihannya. Disamping itu, dalam proses membentuk keilmuan fiqh tersebut, para Imam juga mengumpulkan pendapat-pendapat, ijtihad yang dilakukan para shahabat dalam memahami suatu nash kemudian membandingkan mana yang terkuat.
Sebetulnya, benih-benih perkembangan fiqh ini sudah dimulai pada masa Sahabat, kita bisa mengenal pendapat-pendapat, ijtihad para sahabat tersebut ada pendapat/mazhab Aisyah, Ibn Mas’ud, Umar ibn Khatab, Abdullah ibn Umar, dst. Dimasa tabi’en kita mengenal ahli fiqh dari madinah seperti said bin musayyid, Urwah bin Zubair. Di Kufah kita mengenal Ibrahim An Nakha’i, guru Hamad bin Abi Sulaiman, guru dari Abu Hanifah, dan lain-lain. Nah, pendapat-pendapat mereka inilah kemudian diformulasikan dan dimasukkan dalam kitab-kitab Imam-imam Mazhab tersebut diawali dengan proses kodifikasi fiqh, dilanjut syuruh (pemberian penjelasan rinci), ihtishat (meringkaskan), penulisan matan, mausuat (ensiklopedi), penulisan kaidah-kaidah fiqh, dst. Sehingga kita mengenalnya sebagai Mazhab Fiqh.
Jikalo ada orang mengatakan “Kita tidak perlu mazhab, sebab kita sudah ada Qur’an dan Hadith!”. Jelaslah orang tersebut tidak tahu permasalahannya. Sebab ketika orang ini nantinya mengambil kesimpulan hukum sendiri langsung dari Qur’an dan Hadits, tanpa sadar sesungguhnya dia sedang mendirikan mazhab baru, yaitu mazhab dirinya sendiri. Dan bila semua orang melakukan hal tersebut maka setiap orang akan mengklaim pendapatnya sendiri yang paling benar karena menurut asumsinya sendiri sudah sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Maka yang terjadi kemudian orang bebas berimprovisasi sendiri-sendiri dalam penafsiran padahal dalam Islam penafsiran itu tidak bisa dilakukan sembarangan, ada kaidahnya, ada rule of the game-nya, aturan main yang sudah diajarkan dan diwariskan oleh Rasulullah saw. Nah, Rule of the Game, aturan main inilah yang menjadi patokan mana penafsiran yang haq dan mana tafsir yang bathil. Dari aturan main inilah Kita bisa mengatakan Ahmadiyah, JI, al Qiyadah, Liberalisasi Agama dsb, itu sesat, perbuatan ini bid’ah, dan lain-lain.
Dalam tradisi keilmuan Islam baik fiqh, khilafiyat atau perbedaan yang disebabkan oleh penafsiran dalil nash sering dijumpai dan menjadi hal yang lumrah. Namun bagi sebagian kalangan, khilafiyat dianggap sebagai sesuatu yang tidak pernah ada bahkan dianggap bid’ah. Bagi kalangan tersebut, Islam adalah satu baik dalam seluruh aspek ajarannya. Pernyataan tersebut tidaklah salah namun tidak tepat, sebab dalam Islam kebenaran itu ada yang bersifat mutlak dan ada pula yang mutaghayirat (banyak), ada yang bersifat qath’i (pasti) dan ada yang pula yang dhanni (samar). Bagi kalangan yang menolak khilafiyat, pembagian seperti qath’i dan dhanni adalah sesuatu yang salah sebab semua nash yang diturunkan baik melalui wahyu ataupun hadith adalah semua bersifat pasti, sesuai dengan sifat kebenaran Allah sendiri. Sehingga nash haruslah dipahami dan diterapkan secara zahirnya (mahfum bi al manthuq).
Namun bila kita melihat konstruk keilmuan Islam sendiri, alasan yang menolak khilafiyat tersebut sebetulnya tidak mendasar. Mari kita lihat secara lebih dalam lagi untuk memastikannya. Sesungguhnya dalam Islam, sesuatu yang bersifat qath’i dan mutlak itu biasanya pada konteks aqidah Islam yang bersifat asasi dan fundamental maupun hal-hal dalam kajian fiqh yang sudah menjadi ijma’ para ulama. Sholat misalnya, hal tersebut adalah asasi dan secara terang disebutkan dalam nash, sehingga para ulama pun berijma’ mengenai kewajiban Sholat tersebut. Namun fiqh sendiri mempunyai unsur furu’ (cabang) didalamnya sehingga kemudian muncul istilah al Qaidah al Fiqhiyyah (kaidah fiqh). Dalam ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatwa menyatakan kaidah fiqh ini berorientasi pada penggalian hukum syar’i , lebih lanjut Imam Syihabuddin al Qurafi dalam al Furuq merinci orientasi ini sebagai panduan legitimasi atas berbagai persoalan yang ada. Hal ini berarti kaidah fiqh terbentuk setelah adanya furu’ (cabang), sementara furu’ tersebut ada disebabkan adanya sifat zanni dalam nash.Oleh sebab itu, pada sisi zanni inilah kebenaran bisa menjadi banyak (relatif), mutaghayirat disebabkan pengaruh bias dalil yang ada. Boleh jadi nash yang digunakan sama, namun cara pengambilan kesimpulannya berbeda.
Patut diketahui juga bahwa dalam konstruk Ushl Fiqh sebenarnya sudah mempunyai mempunyai mekanisme tersendiri dalam menjembatani adanya khilafiyah tersebut. Menurut Muhammad Husain Abdullah dalam kitab Al-Wadhih fi Ushul al-Fiqh, ada 4 (empat) kajian utama dalam Ushl Fiqh, yaitu:
1. Kajian tentang dalil-dalil hukum yang bersifat global (al-adillah al-ijmaliyyah), misalnya al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma, Qiyas, dan seterusnya.
2. Kajian tentang hukum syariat (al-hukm asy-syar’i) dan hal-hal yang terkait dengannya, seperti definisi hukum syariat dan macam-macamnya.
3. Kajian tentang cara memahami dalil (fahm al-dalil) atau pengertian kata (dalalah al-alfazh), misalnya tentang makna eksplisit dan makna implisit.
4. Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk tatacara melakukan tarjih (analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian dalil yang tampak bertentangan (ta’arudh).
Dari uraian singkat diatas, kita bisa melihat bahwa khilafiyat itu merupakan hal yang biasa dalam kajian yang bersifat furu’ (cabang) khususnya Mazhab fiqh. Oleh sebab itu, sebagai ummat Islam hendaknya memaklumi hal tersebut dan tidak bersikap ekstrim bahkan ta’ashub terhadap perbedaan khilafiyat tersebut. Hal ini pula yang menunjukan bahwa sejatinya hukum Islam itu flexible dan mampu beradaptasi dimanapun dan kapan saja.
Wallahu’alam bisshowab.
Tinjauan Umum
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, lahirnya mazhab-mazhab fiqh dipengaruhi oleh tiga factor berikut ini:
1. Perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyri’
2. Perbedaan dalam pembentukan hukum
3. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash.
Berkut penyusun uraikan 3 faktor tersebut dengan menambahkan padanya keterangan-keterangan dari sumber-sumber lain:
Perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyri’
Perbedaan ini terlihat dalam hal:
1. Perbedaan dalam ke-tsiqah-an terhadap suatu hadits dan perbedaan pertimbangan yang digunakan dalam men-tarjih (menguatkan) suatu riwayat atas riwayat yang lain.
Ke-tsiqah-an para ulama terhadap hadits didasarkan pada:
(a) Kepercayaan pada rawi-rawinya (periwayat hadits) dan,
(b) kepercayaan pada teknis (kaifiyat) periwayatannya.
Contoh: Mujtahid Iraq, yakni Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, berhujjah dengan hadits-hadits mutawatir dan masyhur, serta merajihkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi terpercaya dari kalangan ahli-ahli fiqh.
Mujtahid Madinah, yakni Imam Malik dan sahabat-sahabatnya merajihkan apa yang menjadi pendapat penduduk Madinah dan meninggalkan semua hadits ahad yang berbeda dengannya.
Sementara mujtahid yang lain berhujjah dengan segala macam hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil dan terpercaya, baik dari kalangan ahli fiqh atau yang lainnya.
2. Perbedaan dalam menilai fatwa-fatwa sahabat.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berpedoman pada fatwa-fatwa sahabat tersebut secara keseluruhan. Sedangkan Asy-Syafi’i berpedoman bahwa fatwa-fatwa sahabat tersebut adalah produk ijtihad yang tidak ma’shum (terpelihara dari kekeliruan). Maka boleh mengambilnya atau berbeda dengan fatwa-fatwa mereka.
3. Perbedaan dalam masalah qiyas sebagai tasyri’. Kalangan Syi’ah dan Dhohiriyah tidak membenarkan berhujjah dengan qiyas, dan tidak mengganggap qiyas sebagai sumber tasyri’. Sedangkan mayoritas mujtahid berpendapat sebaliknya.
Perbedaan dalam pembentukan hukum
Para mujtahid terbagi menjadi 2 kelompok:
1. Ahli Hadits
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ulama-ulama Hijaz, mereka mencurahkan diri untuk menghafal hadits-hadits dan fatwa-fatwa sahabat, kemudian mengarahkan pembentukan hukum atas dasar pemahaman terhadap hadits-hadits dan fatwa-fatwa tersebut. Mereka cenderung menjauhi berijtihad dengan ‘pendapat’ dan tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan sangat darurat.
2. Ahli Ra’yi
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mujtahid-mujtahid Irak. Mereka memiliki pandangan yang jauh tentang maksud-maksud syariat. Mereka tidak mau menjauhi ‘pendapat’ karena pertimbangan keluasan ijtihad, dan mereka menjadikan ‘pendapat’ sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum.
Akan tetapi pembagian ini tidak berarti bahwa fuqaha Irak tidak menggunakan hadits dalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqaha Hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra’yu. Karena kedua kelompok ini—rahimahumullah—pada dasarnya sepakat bahwa hadits adalah hujjah syar’iyyah yang menentukan dan ijtihad dengan ra’yu, yakni dengan qiyas, adalah juga hujjah syar’iyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
Contoh perbedaan pendapat Ahli Hadits dan Ahli Ra’yi
Kasus Pendapat Ahli Hadits
(Fuqaha Hijaz) Pendapat Ahli Ra’yi
(Fuqaha Irak)
Zakat 40 ekor kambing adalah
1 ekor kambing Harus membayar zakatnya dengan wujud satu ekor kambing sesuai yang diterangkan hadits dan dianggap belum memjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai. Muzaki wajib membayar zakatnya itu dengan 1 ekor kambing atau dengan harga yang senilai dengan seekor kambing.
Zakat fitrah itu 1 sha’ tamar (kurma) atau sya’ir (gandum) Harus membayar zakatnya dengan 1 sha’ tamar sesuai yang diterangkan hadits dan dianggap belum memjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai. Muzaki wajib membayar zakat fitrah itu dengan 1 sha’ tamar atau dengan harga yang senilai dengan 1 sha’ tamar tersebut
Mengembalikan kambing yang terlanjur diperas air susunya, harus dikembalikan dengan denda 1 sha’ tamar Harus menggantinya dengan membayar 1 sha tamar sesuai yang diterangkan hadits dan dianggap belum memjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai. Menggantinya dengan harga yang senilai dengan ukuran air susu yang diperas berarti telai menunaikan kewajiban.

Dari contoh di atas kita dapat mengetahui bahwa Ahli Hadits memahami nash-nash ini menurut apa yang ditunjuk oleh ibarat-ibaratnya secara lahiri, dan mereka tidak membahas illat tasyri (sebab disyariatkan). Sedangkan Ahli Ra’yi memahami nash-nash tersebut menurut maknanya dan maksud disyariatkannya oleh Sang Pembuat Syariat, Allah SWT.
Sebab-sebab terpenting yang membawa ikhtilaf dua pengaruh kelompok tersebut, adalah:
Realita yang dihadapi Ahli Hadits Realita yang dihadapi Ahli Ra’yi
Memiliki kekayaan atsar-atsar (hadits dan fatwa sahabat) yang dapat digunakan dalam membentuk hukum-hukum dan dijadikan sandaran Tidak memiliki kekayaan atsar sehingga berpegangan atas akal mereka, berijtihad untuk memahami ma’qulnya nash dan sebab-sebab pembentukan hukum. Dalam hal ini mereka mengikuti guru mereka Abdullah ibn Mas’ud ra.
Menghadapi realita masyarakat yang cenderung homogen tanpa terjadinya hal-hal yang berpengaruh pada sumber-sumber tasyri’. Menghadapi realita terjadinya fitnah yang membawa pada pemalsuan dan pengubahan hadits-hadits. Karenanya mereka sangat hati-hati dalam menerima riwayat hadits, mereka menetapkan bahwa hadits haruslah masyhur di kalangan fuqaha’.
Muamalat, aturan, dan tata tertib yang ada di Hijaz sangat dipengaruhi oleh generasi-generasi Islam terdahulu yang memang tinggal di daerah tersebut. Kekuasaan Persia banyak meninggalkan aneka ragam bentuk muamalat dan adat kebiasaan, serta aturan tata tertib, maka lapangan ijtihad menjadi demikian luas di Irak. Para ulama biasa melakukan pembahasan dan menuangkan pemikiran.

Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash.
Misalnya fuqaha berbeda pendapat tentang kata ‘quru’ dalam ayat 228 surat Al-Baqarah: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menunggu tiga kali quru’…”
Kata ‘quru’ adalah lafaz musytarak (mempunyai arti lebih dari satu) yang bisa berarti suci atau haid. Sebagian ulama Hijaz berpendapat bahwa iddahnya wanita yang ditalak adalah 3 kali suci. Sedangkan ulama-ulama Irak berpendapat bahwa iddah wanita yang ditalak adalah tiga kali haid.
Contoh lain adalah perbedaan pendapat tentang kata ‘aulaamastumunnisaa-a..’ dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 43. Sebagian ulama memahami kata itu dengan makna hakiki yaitu: ‘menyentuh wanita’. Sedangkan sebagian yang lain memahami kata itu dengan makna majazi yaitu: ‘menyetubuhi wanita’.
Perbedaan pendapat di kalangan para sahabat
Pada masa Nabi masih hidup seluruh permasalahan tasyri’ kembali pada beliau. Oleh karena itu perbedaan pendapat lebih mudah dipertemukan. Mereka memahami dan puas atas apa yang diputuskan bagi mereka. Jika ada yang kurang mereka fahami maka Nabi yang akan menjelaskannya. Sampai disana selesailah permasalahannya.
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat tinggal berpencar di beberapa negeri yang berjauhan dan mereka menjadi panutan masyarakat setempat. Sementara itu permasalahan semakin berkembang, dan merekalah yang menjadi tumpuan pertanyaan. Mereka pun menjawab sesuai dengan hafalan dan kemampuan istinbath mereka. Seandainya jawaban mereka itu belum memenuhi harapan, maka mereka berijtihad dan berusaha mengetahui illat yang dijadikan pertimbangan Rasulullah dalam menentukan hukum melalui penelaahan beberapa hadits.
Perbedaan pendapat di kalangan sahabat timbul diantaranya disebabkan hal-hal berikut:
Seorang sahabat mendengar suatu putusan atau fatwa hukum, sedangkan yang lain tidak, sehingga mereka berijtihad. Ijtihadnya ada beberapa kemungkinan:
Ijtihadnya sesuai dengan hadits
Ibnu Mas’ud pernah memutuskan perkara wanita yang ditinggal mati suaminya yang belum menentukan jumlah maharnya. Beliau memutuskan perkara itu dengan ra’yunya karena tidak mendapatkan keterangan dari hadits. Keputusannya tersebut ternyata dikuatkan oleh Ma’qil Ibn Yasr yang bersaksi bahwa Rasulullah pun pernah memutuskan hal yang sama.
Ijtihadnya diralat karena ditemukan hadits
Abu Hurairah pernah berpendapat bahwa orang yang junub pada pagi hari di bulan Ramadhan tidak wajib berpuasa. Pendapat itu kemudian diralatnya setelah Aisyah memberitahukan bahwa Rasulullah menyatakan hal yang sebaliknya.
Hadits yang ada tidak dianggap kuat, maka ijtihadnya tidak ditinggalkan
Umar bin Khattab berpendapat bahwa tayamum itu tidak mencukupi bagi orang junub yang tidak menemukan air. Disampaikan oleh Ammar kepada beliau hadits Nabi yang menyatakan bahwa tayamum sudah mencukupi. Tapi Umar tidak menerima hadits itu sebagai hujjah sampai hadits itu menjadi masyhur dari beberapa jalur sanad, lalu orang pun banyak menggunakannya.
Tidak ada hadits yang didengar sama sekali
Ibnu Umar menyuruh para wanita agar mandi dengan menguraikan rambutnya. Tapi Aisyah menyangkalnya.
Mereka melihat Rasulullah melakukan sesuatu, sebagian menganggapnya sebagai suatu bentuk qurbah (ibadah) sementara sebagian yang lain menganggapnya sebagai ibahah (kebolehan)
Jumhur berpendapat bahwa lari-lari kecil ketika thawaf adalah sunnah. Tapi Ibnu Abbas berpendapat bahwa tindakan tersebut adalah karena pengaruh ekstern, yaitu untuk menanggapi perkataan orang musyrikin yang mengatakan bahwa kaum muslimin terhinggapi penyakit panas Yatsrib.
Perbedaan karena salah faham
Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika perjalanan haji Rasulullah sampai di masjid Dzulkhulaifah, beliau shalat dua rakaat. Disitulah Allah mulai mewajibkan haji. Kemudian beliau berihram. Hal itu terdengar oleh para sahabatnya dan dihafalkannya. Setelah itu beliau naik unta, ketika unta itu bangkit dan mulai melangkah beliau kemudian bertalbiyah. Hal ini pun disaksikan oleh sebagian sahabat yang berdatangan berkelompok-kelompok, mereka kemudian mengatakan bahwa Rasulullah bertalbiyah ketika beliau beranjak ke arah tujuannya. Ketika Nabi sampai di puncak Al-Baida’ beliau masih bertalbiyah. Hal itu diketahui sahabat lain yang kemudian mengatakan bahwa Nabi bertalbiyah ketika sampai di puncak Al-baida’.
Perbedaan karena lupa
Ibnu Umar pernah berkata bahwa Rasulullah pernah mengerjakan ibadah umrah pada bulan Rajab. Aisyah mendengar itu, lalu mengatakan bahwa Ibnu Umar lupa.
Perbedaan penalaran
Ibnu Umar pernah menyampaikan hadits Rasulullah bahwa seorang mayat disiksa oleh sebab tangis dan ratap keluarganya. Aisyah kemudian meralatnya bahwa yang dikatakan Nabi bukan bermaksud seperti itu. Menurut Aisyah Nabi bersabda: “Keluarganya menangisinya, padahal ia sedang disiksa di dalam kuburnya.” Ibnu Umar mengira bahwa siksaan tersebut disebabkan oleh tangisan keluarganya.
Perbedaan dalam memahami illat hukum
Seperti tentang berdirinya Nabi ketika ada jenazah yang lewat. Sebagian berpendapat bahwa itu karena penghormatan beliau. Sebagian lagi berpendapat bahwa itu karena tidak senang jenazah lewat di atas kepalanya. Hal ini khusus bagi mayat kafir.
Perbedaan dalam mengkompromikan dua pendapat yang berbeda
Rasulullah memberi dispensasi kawin mut’ah pada Perang Khaibar, kemudian melarangnya, dan memperbolehkannya lagi pada Perang Authas, kemudian melarangnya lagi. Ibnu Abbas berkata: “Dispensasi itu karena adanya darurat, dan larangan itu karena hilangnya darurat. Sedangkan jumhur berpendapat bahwa dispensasi itu adalah sebagai kebolehan dan larangan itu sebagai penghapusan.
Kesimpulan
Dari uraian yang ringkas di atas dapat kita simpulkan bahwa adanya perbedaan pendapat atau lahirnya mazhab-mazhab fiqh adalah sebuah keniscayaan dengan alasan berikut ini:
1. Perbedaan kapasitas intelektual dalam memahami dan menangkap kedalaman makna-makna dalil serta dalam mengambil putusan hukum.
2. Peredaan dalam hal keluasan ilmu para ulama. Maka sangat mungkin ada suatu hadits atau ilmu tertentu yang sampai kepada beberapa ulama tertentu dan belum sampai kepada ulama yang lain. Sehingga Imam Malik berkata kepada Abu Ja’far: “Sesungguhnya para sahabat Rasulullah telah mendatangi berbagai kota, dan setiap kaum itu memiliki ilmu tertentu. Maka jika seseorang ingin menggiring mereka kepada satu pendapat, niscaya upaya ituhanya akan menimbulkan kekacauan.”
3. Perbedaan lingkungan yang antara lain menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pola penerapan hukum. Itulah sebabnya Imam Syafi’i memberikan fatwa lama (qaul qadim) di Irak, kemudian memunculkan fatwa baru (qaul jaded) ketika beliau berada di Mesir.
4. Perbedaan tingkat ketenangan hati dalam menerima suatu riwayat. Maka terkadang Anda melihat perawi tertentu dianggap tsiqah oleh Imam Fulan sementara tidak demikian menurut Imam yang lain, karena informasi tertentu yang mungkin tidak diketahui oleh yang pertama.
5. Perbedaan dalam menentukan tingkat kekuatan dalil kepada hukum tertentu. Maka mungkin ada ulama yang mendahulukan perbuatan sahabat atas khabar ahad, sementara yang lain tidak melihatnya demikian.
Maraji’:
Beda Pendapat, Bagaimana Menurut Islam?, DR. Toha Jabir Fayyadl Al-‘Ulwani
Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Abdul Wahab Khallaf
Lahirnya Mazhab-mazhab Fiqh, Syah Waliyullah Al-Dahlawy
Risalah Pergerakan IM, Hasan Al-Banna
Fiqh Syafi’i, Musthofa Diibul Bigha
Bulughul Maram, A. Hassan
Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq

Filed under: Fiqih
Perbedaan Mazhab (Tugas Fiqh)
PERBEDAAN MAZHAB

Manusia memiliki akal dan pikiran untuk bekal dalam hidupnya, setiap orang memiliki pikiran dan tafsiran tertentu terhadap suatu permasalahan. Begitu juga dalam hal agama, dalam menjalankan kewajiban kita sebagai Muslim, seiring semakin padatnya aktivitas sehari hari dalam melakukan ibadah dan lain sebagainya sering kita menemukan hambatan-hambatan ataupun permasalahan. Dalam menghadapi berbagai permasalahan itu, sejak dulu para ulama sejak berakhirnya masa Rasulullah saw, banyak mengemukakan pendapat-pendapatnya. Seiring berkembangnya pikiran manusia, maka dalam memecahkan suatu permasalahan itu para ulama rentan dengan perbedaan pendapat.
Dalam menghadapi berbagai macam pendapat para ulama ini, ummat Islam terutama yang masih ‘awam dalam pemahamannya tentang agama sering kali dibingungkan dengan perbedaan pendapat itu. Sehingga tidak jarang, seseorang memiliki pendapat yang tanpa dilandasi oleh dasar-dasar hukum (al-Qur’an dan al-Hadits). Lebih parahnya lagi dari situ bisa timbul suatu aliran sesat yang diakibatkan dari salahnya penafsiran terhadap suatu ayat atau hadits.
Sebagai ummat Islam, dalam menghadapi perbedaan pendapat ini sebaiknya memandang bahwa perbedaan antara mazhab fiqh dalam Islam merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Khazanah kekayaan syari’at yang besar ini adalalah kebanggaan dan izzah bagi ummatnya. Perbedaan para ahli fiqh (fuqaha) hanya terjadi dalam masalah-masalah cabang dan ijtihad fiqh, bukan dalam masalah inti, dasar dan aqidah.
Selama ini kita tidak pernah mendengar dalam sejarah Islam, perbedaan fiqh antara mazhab menyeret mereka pada konflik bersenjata yang mengancam kesatuan ummat Islam. Sebab perbedaan mereka dalam masalah parsial yang tidak membahayakan.

Mazhab-mazhab yang sudah kita kenal ada empat mazhab, ada mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Maliki dan mazhab Hanbali. Dari keempat mazhab ini yang menjadi perbedaan diantara mereka bukan dalam masalah inti, dasar atau aqidah. Tetapi dalam permasalahan cabang dan ijtihad fiqh. Juga semua pendapat-pendapat mereka itu dilandasi oleh dalil-dalil yang menguatkan pendapat mereka, baik itu dari hadits ataupun dari al Qur’an.

Mazhab (bahasa Arab: مذهب, madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Pengertian ulama fiqih
• 2 Pembagian Mazhab
• 3 Sunni
o 3.1 Hanafi
o 3.2 Maliki
o 3.3 Syafi'i
o 3.4 Hambali
• 4 Syi'ah
o 4.1 Ja'fari
o 4.2 Ismailiyah
o 4.3 Zaidiyah
• 5 Khawarij
• 6 Lain-lain
• 7 Referensi

[sunting] Pengertian ulama fiqih
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. Ini adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus.[1]
[sunting] Pembagian Mazhab
Mazhab yang digunakan secara luas saat ini antara lain mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi'i dan mazhab Hambali dari kalangan Sunni. Sementara kalangan Syi'ah memiliki mazhab Ja'fari, Ismailiyah dan Zaidiyah.
[sunting] Sunni
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sunni
Sunni atau lebih dikenal dengan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah pada awal mula perkembangannya banyak memiliki aliran, ada beberapa sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in yang dikenal memiliki aliran masing-masing. Sampai kemudian terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
[sunting] Hanafi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mazhab Hanafi
Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).
[sunting] Maliki
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mazhab Maliki
Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 25% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup, dan meninggal di sana; dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.
[sunting] Syafi'i
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mazhab Syafi'i
Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar terutama di Indonesia, Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia, Yaman, Thailand, Singapura, Filipina, Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.
[sunting] Hambali
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mazhab Hambali
Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.
[sunting] Syi'ah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Syi'ah
Syi'ah atau lebih dikenal lengkapnya dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali pada awal mula perkembangannya juga banyak memiliki aliran. Namun demikian hanya tiga aliran yang masih ada sampai sekarang, yaitu Itsna 'Asyariah (paling banyak diikuti), Ismailiyah dan Zaidiyah. Di dalam keyakinan utama Syi'ah, Ali bin Abu Thalib dan anak-cucunya dianggap lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan sebagai khalifah dan imam bagi kaum muslimin. Di antara ketiga mazhab Syi'ah terdapat perbedaan dalam hal siapa saja yang menjadi imam dan pengganti para imam tersebut pada saat ini.
[sunting] Ja'fari
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mazhab Ja'fari
Mazhab Ja'fari atau Mazhab Dua Belas Imam (Itsna 'Asyariah) adalah mazhab dengan penganut yang terbesar dalam Muslim Syi'ah. Dinisbatkan kepada Imam ke-6, yaitu Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Keimaman kemudian berlanjut yaitu sampai Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-Asykari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq. Mazhab ini menjadi mazhab resmi dari Negara Republik Islam Iran.
[sunting] Ismailiyah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ismailiyah
Mazhab Ismaili atau Mazhab Tujuh Imam berpendapat bahwa Ismail bin Ja'far adalah Imam pengganti ayahnya Jafar as-Sadiq, bukan saudaranya Musa al-Kadzim. Dinisbatkan kepada Ismail bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Garis Imam Ismailiyah sampai ke Imam-imam Aga Khan, yang mengklaim sebagai keturunannya.
[sunting] Zaidiyah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Zaidiyah
Mazhab Zaidi atau Mazhab Lima Imam berpendapat bahwa Zaid bin Ali merupakan pengganti yang berhak atas keimaman dari ayahnya Ali Zainal Abidin, ketimbang saudara tirinya, Muhammad al-Baqir. Dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Setelah kematian imam ke-4, Ali Zainal Abidin, yang ditunjuk sebagai imam selanjutnya adalah anak sulung beliau yang bernama Muhammad al-Baqir, yang kemudian diteruskan oleh Ja'far ash-Shadiq. Zaid bin Ali menyatakan bahwa imam itu harus melawan penguasa yang zalim dengan pedang. Setelah Zaid bin Ali syahid pada masa Bani Umayyah, ia digantikan anaknya Yahya bin Zaid.
[sunting] Khawarij
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Khawarij
Mazhab Khawārij mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya karena melakukan takhrif (perdamaian} dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mereka anggap zalim. Awalnya mazhab ini berpusat di daerah Irak bagian selatan. Kaum Khawārij umumnya fanatik dan keras dalam membela mazhabnya, serta memiliki pemahaman tekstual Al-Quran yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah.
[sunting] Lain-lain
• Mazhab agama Islam yang paling banyak dianut di Indonesia adalah Mazhab Syafi'i
• Pengertian Mazhab dalam Islam tidak serupa dengan denominasi dalam Kristen, melainkan satu tingkat di bawahnya. Denominasi Katolik-Protestan-Ortodoks lebih setara dengan denominasi (firqah) Sunni-Syi'ah dalam Islam.
• Istilah Mazhab secara umum dalam bahasa Indonesia juga digunakan untuk merujuk kepada suatu aliran tertentu dalam suatu disiplin ilmu atau filsafat, misalnya Mazhab Frankfurt dengan tokoh-tokoh pemikirnya Theodor Adorno, Max Horkheimer, Walter Benjamin, Herbert Marcuse, Jürgen Habermas, dll.

[sunting] Referensi
1. ^ a b "Apa Itu Madzhab Fiqih?". http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=542&Itemid=13. Dari website www.MediaMuslim.info. Sumber rujukan: Al Madkhal Ila Dirasatil Madarisi Wal Madzahibil Fiqhiyyah, oleh DR. Umar Sulaiman Al Asyqar
Ketahui perbezaan mazhab

Hikmah Adanya Macam-Macam Mazhab
• Monday, January 24, 2011, 14:17
• Konsultasi Syariah
• 250 views
• Add a comment
Di dalam dunia Islam, kebebasan manusia dalam berfikir tidak lahir dari suatu proses sejarah tetapi berpangkal pada inti ajaran Islam sendiri, yang mayoritas adalah dhanniyah ad dilalah. Dengan adanya kebebasan berfikir, merenung, dan kebebasan untuk berkarya dalam memahami maksud suatu nash - yang dhanniyat ad dilalah – diatas, sejarah telah mencatat dengan tinta emas akhirnya ulama besar bidang fiqh thasawuf, filsafat, ilmu kalam dan sebagainya. Misalnya imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii, Ahmad bin Hambal, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Biruni, Ats-Tsauri, dan sebagainya
Realitasnya, di tengah masyarakat muslim Indonesia berkembang berbagai macam aliran fiqh kendatipun mayoritas bermazhab Syafi’i. Bukankah perbedaan pendapat berkenaan dengan maalah furu’iyah (cabang), baik mengenai ibadah, mu’amalah, dan persoalan lainnya sering dijumpai di tengh-tengah masyarakat Indonesia?
Perbedaan mazhab dan khilfiah merupakan merupakan peroslan yang terjadi dalam realitas kehidupan manusia. Diantara masalah khilafiah tersebut ada yang bias diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana dan mudah berdasarkan akal sehat, karena adanya toleransi dan saling pengertian. Meskipun demikian, keberadaan masalah khilafiah itu tetap menjadi ganjalan dalam menjalin harmonisasi di tengah umat Islam. Karena diantara mereka seringkali menonjolkan ta’asubiah (fanatik) yang berlebihan dan jauh dari pertimbangan akal sehat.
Masalah khilafiah furu’iyah yang bermula dari perbedaan mazhab fiqh, juga dapat menyulut percikapan perbedaan pendapat. Masalah ini cenderung mempunyai harga tawar sendiri. Karenanya, perbedaan mazhab dan ikhtilaf harus dijaga agar tetap berada pada jalurnya dan sesuai dengan etika yang luhur. Sehingga perbedaan dan ikhtilaf itu tidak mendatangkan kemudlaratan atau menimbulkan perpecahan, tetapi menjadi rahmat.
Sekali lagi, khilafiah dalam lapangan hokum (fiqh Islam) tidak perlu dipandang sebagai factor yang melemahkan kedudukan hokum Islam dan menjadi penyebab munculnya friksi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan sebaliknya, adanya khilafiah furu’iyah bisa memberikan kelonggaran kepada umat Islam dalam melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Di sinilah urgensinya memaknai ungkapan “Ikhtilafu ummati rakhmat” (perbedaan pendapat umatku adalah rahmat). (Moch Bukhori Muslim, MA)
Perbedaan empat mazhab fiqih
7 November 2009 pukul 2:19 pm | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar
Di antara tonggak penegang ajaran Islam di muka bumi adalah muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan mazhab kecil lainnya. Keempat mazhab itu adalah Al-Hanabilah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya jumlah mazhab besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat mazhab itu memang diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15 abad ini.
Keempatnya masih utuh tegak berdiri dan dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi. Masing-masing punya basis kekuatan syariah serta masih mampu melahirkan para ulama besar di masa sekarang ini.
Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj mereka.
1. MazhabAl-Hanifiyah.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
1. Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
2. Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi .Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana .
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i . Beliau dilahirkan di Gaza Palestina tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya . Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru . Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi dan fiqh ahli hadits .
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani . Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari .
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal ,”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal . Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad , Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran , Abu Bakr Al-Khallal , Abul Qasim yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Sumber : http://blog.re.or.id/perbedaan-antar-mazhab.htm
Membuat Group/Mailinglist di Yahoo

Step 1 :

Buka situs : http://groups.yahoo.com akan muncul gambar seperti di bawah ini:


Step 2 :
Klik Start your group dan akan muncul tampilan seperti di bawah ini:


Isikan Yahoo ID dan Password yang akan Anda daftarkan sebagai Moderator Mailinglist/Group, setelah itu klik Sign In akan muncul tampilan seperti di bawah ini:



Klik jenis pilihan Mailinglist yang akan Anda buat, misalkan: Schools & Education akan muncul tampilan seperti di bawah ini:


Klik jenis pilihan Mailinglist yang akan Anda buat, misalkan: Colleges and Universities (pilihan ini tergantung kegiatan yang Anda pilih) akan muncul tampilan seperti di bawah ini:



Setelah itu klik Place my group here akan muncul tampilan seperti di bawah ini:





















Setelah di isi Judul milis, alamat milist dan penjelasan klik Continue
Maka akan muncul gambar seperti di bawah ini:


Isikan karakter image dan klik continue akan muncul gambar seperti di bawah ini:


Selamat, sekarang anda sudah memiliki (menjadi moderator) di Mailinglist ini.

Selamat mencoba kawan, mudah2an dengan penjelasan singkat membuat Mailinglist ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cara mendaftarkan web pribadi

Google
Mesin pencari no 1 di dunia
Memberikan hasil terbaik dalam pencarian
Pendaftaran situs ke http://www.google.com/addurl.htm
Paling banyak penunjungnya

Yahoo
Search engine pertama di internet
Daftar situs : langsung ke direktori

msn
daftar web : http://search.msn.com/docs/submit.aspx?forum=wsut

altavista
daftar situs : http://www.altavista.com/addurl/default

all the web
daftar situs : http://www.alltheweb.com/addurl.php

POLITIK PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN PEDESAAN, Mubyarto, Sinar Harapan, Jakarta, 1994.

Pengertian politik dalam perkataan politik pertanian, kadang-kadang diasosiasikan dengan politics yang berkaitam dengan cara-cara kelompok masyarakat mencapai tujuan (politiknya). Dalam kenyataan memang kaitan itu ada. Petani sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan tertentu, memang selalu berjuang untuk memajukan kepentingan mereka baik dalam meminta harga yang lebih memadai bagi hasil-hasil produksinya, maupun dalam mengusahakan dasar tukar (terms of trade) yang tidak merugikan mereka. (halaman 12)
Politik pertanian sebagai ilmu tidak bertujuan membela sesuatu kepentingan tertentu. Tugasnya adalah menganalisis berbagai factor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan pertanianFaktor-faktor ini mencakup factor-faktor ekonomi,social, politik, budaya, teknik, dan lain-lain. (h alaman 12)
Politik pertanian pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan pertanian. Dan pembangunan pertanian tidak hanya menyangkut kegiatan petani saja, tetapi juga perusahaan-perusahaan pertanian dan perkebunan, perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi atau lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah. (halaman 14)
Akan ternyata, bahwa syarat mutlak berhasilnya pembangunan pedesaan adalah tetap berupa pembangunan pertanian. Pertanian adalah mata pencaharian dan lapangan kerja pokok penduduk pedesaan, sehingga dalam pembangunan pedesaan perhatian utama tetap harus ditujukan pada pembangunan pertanian sebagai sector kegiatan ekonomi yang menonjol. (halaman 15)
Bagaimana peranan pemerintah dalam masyarakat yang amat sederhana ini? Campur tangan secara langsung untuk memajukan pertanian sama sekali tidak ada. Pertanian adalah urusan petani. Pemerintah tidak menganggap perlu dan rupanya tidak dianggap perlu hal ikhwal bertani. (halaman 22)
Karena sekarang rakyat berhak menyatakan mana kerja wajib yang dianggap wajar dan mana yang dianggap tidak wajar atau terlalu dicari-cari, maka mulailah timbul “perdebatan” mengenai setiap macam pekerjaan yang perlu dilakukan di pedesaan. Inilah permulaan dari mundurnya pekerjaan “gotonh-royong”, karena tidak setiap pekerjaan gotong-royong (tanpa bayar) dianggap wajar bila dikerjakan seluruh rakyat. (halaman 34)
Bahwa mundurnya semangat gotong-royong tidak selalu dapat diterangkan sebagai akibat negative dari kemerdekaa kiranya cukup jelas. Banyak pejabat pemerintah yang memang kurang mampu memisahkan apa pekerjaan yang seharusnya diselesaikan melalui gotong-royong dan apa yang tidak, walaupun keduanya menyangkut kepentingan penduduk. (halaman 34)
Dalam arti substantive “ekonomi” memang diartikan sebagai ketergantungan manusia pada alam dan sesamanya sehingga segala tindakan manusia untuk mengatasi serba ketergantungan itulah obyek ilmu ekonomi. (halaman 66)
Manfaat yang besar pendekatan ekonomi antropologi bagi pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia semakin Nampak, karena bangsa Indonesia kini lebih sungguh-sungguh melaksanakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, meskipun pada saat ini masih terasa lebih sebagai cita-cita. (halaman 68)
Dengan pembangunan manusia seutuhnya maka manusia petani penduduk pedesaan adalah merupakan titik sentral pembangunan bukan tanahnya atau komoditi yang dapat pada tanah itu. Pendekatan dalam pembangunan manusia seutuhnya lebih ditekankan pada pengembangan pribadi dan pengembangan petani sebagai pelaku pembangunan pertanian dan pedesaan. (halaman 68)
Salah satu tugas pemerintah dimana pun dan dalam sistem ekonomi apa pun ialah mengusahakan agar rakyat dapat memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan pokoknya. Ditinjau dari tugas pemerintah yang demikian, maka dalam politik harga pemerintah berkewajiban agar harga-harga kebutuhan pokok rakyat terjangkau oleh daya beli mereka, khususnya pada tingkat perkembangan ekonomi sekarang, bagi kelompok pendapatan yang masih berada di bawah garis kemiskinan. (halaman 154)
Kemiskinan ialah keadaan penghidupan di mana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (khususnya pangan). Di pedesaan jawa, orang menggunakan pula istilah cukup (cekap) bagi mereka yang tidak termasuk miskin, dan tidak cukup (kekurangan). Kini masalah kemiskinan pedesaan sudah merupakan topic perdebatan terbuka, baik oleh umum maupun para ahli dan sarjana. (halaman 172)
Dalam berbagai usaha kita untuk mendorong perkembangan koperasi sering kita menunjuk kepada kegiatan gotong-royong dan tolong menolong. Kalau penduduk pedesaan secara tradisional sudah mengenal dan mempraktekkan kegiatan gotong-royong dan tolong menolong, orang beranggapan bahwa koperasi akan dapat berkembang karena keduanya dianggap jiwa yang sama. (halaman 190)
Memang benar di setiap masyarakat pedesaan, kita telah mengenal kegiatan gotong-royong dan tolong menolong. Dengan gotong-royong biasanya kita menunjuk kepada kegiatan bersama penduduk satu desa atau pedukuhan ntuk mengerjakan suatu proyek bagi kepentingan bersama misalnya perbaikan jalan, pembersihan makam atau perbaikan bendungan. (halaman 191)
Tolong menolong dan gotong-royong mengandung unsure keterpaksaan atau tidak semata-mata sukarela, yang berarti bahwa orang melaksanakan karena adanya semacam keharusan dan solidaritas social. (halaman 191)
Bagaimanapun, mengingat sifat masyarakat pedesaan yang umumnya berbeda dengan masyarakat kota, maka untuk membantu dan memperkenalkan teknologi baru diperlukan pengertian dan pemahaman yang mendalam atas aspirasi masyarakat dan cirri-cirinya. (halaman 212)
Untuk membawa dan menumbuhkan teknologi di pedesaan, teknologi harus dapat dimenger ti, dipelihara dan diperkembangkan lebih lanjut oleh desa sesuai dengan tahap-tahap perkembangan masyarakat desa. (halaman 212)
Industry pedesaan juga kurang berkembang antara lain karena kaitan ekonominya ke muka dank e belakang biasanya lemah. Ini berarti industry pedesaan kurang ditunjang dan sebaliknya juga kurang menunjang sector-sektor ekonomi lainnya. (halaman 213)
Industry kecil yang sebagian besar berada di daerah pedesaan dapat memegang peranan penting sekali bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan usaha pemerataan.
a)      Industry ini memberikan lapangan kerja pada penduduk pedesaan yang pada umumnya tidak bekerja secara penuh
b)      Ia memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja/kepala keluarga, tetapi juga bagi anggota-anggota keluarga yang lain
c)       Dalam beberapa hal ia mampu memproduksi barang-barang keperluan penduduk setempat dan daerah sekitarnya secara lebih efisien dan lebih murah dibanding dengan industry besar. (halaman 216)
ditinjau secara nasional berhasilnya pengembangan industry pedesaan akan merupakan penghematan yang besar karena ia merupakan usaha industrialisasi tanpa urbanisasi, yang berarti ia mampu menyediakan lapangan kerja tanpa keharusan penyediaan berbagai prasarana perkotaan yang mahal. (halaman 216)
Bahwa melaksanakan program-program pembangunan pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk ternyata banyak sekali hambatannya. Bahwa dewasa ini pembangunan ekonomi telah menunjukan hasil-hasil nyata secara nasional, kiranya dapat kita pakai sebagai modal untuk meratakan hasil-hasil tersebut kepada masyarakat pedesaan yang masih banyak tertinggal. (halaman 218)